OPTIMALISASI PERAN WAKAF PRODUKTIF DI INDONESIA

 

Oleh Febrianza Arifianto Mahasiswa Pascasarjana Magister Agama dan LintasBudaya Konsentrasi Ekonomi Syariah Universitas Gadjah Mada

Indonesia terdiri dari berbagai kepulauan yang memiliki beragam suku, bangsa, ras, agama dan budaya. Kita ketahui bahwasanya mayoritas masyarakat di Indonesia adalah muslim. Sebenarnya, dengan kondisi ini Indonesia mempunyai kekuatan yang sangat besar dalam pengoptimalisasian kelebihan yang dimiliki. Salah satunya ialah pengentasan kemiskininan yang ada di Indonesia. Permasalahan sosial yang masih terus berlanjut dan ada sampai sekarang, ialah kemiskinan. Kondisi kemiskinan di Indonesia sampai saat ini menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dari hasil Survei Ekonomi Nasional September 2020. Dari hasil data tersebut presentase penduduk miskin pada September 2020 naik menjadi 10,19 persen, meningkat 0,41 persen pada Maret 2020 dan meningkat 0,97 persen pada September 2019. Disebutkan, jumlah penduduk miskin pada September 2020 sebesar 27,55 juta orang, meningkat 1,13 juta orang terhadap Maret 2020 dan meningkat 2,76 juta orang terhadap September 2019. Dari sini kita bisa melihat, bagaimana kondisi kemiskinan di Indonesia saat ini terus menerus meningkat dari tahun ke tahun, terutama ditengah kondisi pandemi saat ini. Orang yang sebelumnya , menjadi miskin secara mendadak dan orang yang sudah miskin, sekarang menjadi sangat miskin. Inilah kondisi ekonomi saat ini, pengangguran semakin meningkat, banyak orang yang ter PHK secara mendadak, dan mengakibatkan kemiskinan semakin merajalela. Kondisi saat  ini tidak dapat secara terus menerus dibiarkan begitu saja. Salah satu solusi yang dapat kita lakukan sebagai umat mayoritas muslim di dunia.  Salah satunya dengan cara pengoptimalisasi dana sosial yang ada di Indonesia, penguatan distribusi instrumen sosial ini sangat penting dilakukan untuk mengurangi tingkat angka kemiskinan. Salah satu instrument filantropi Sosial Ekonomi Islam yaitu wakaf. Menurut BWI Wakaf ialah Artinya : Menahan, menahan harta untuk diwakafkan, tidak dipindahmilikkan

Syafi’I dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf adalah melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif, setelah sempurna prosedur perwakafan. Wakif tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta yang diwakafkan, seperti : perlakuan pemilik dengan cara pemilikannya kepada yang lain, baik dengan tukaran atau tidak. Jika wakif wakaf, harta yang diwakafkan tersebut tidak dapat diwarisi oleh warisnya. Wakif menyalurkan manfaat harta yang diwakafkannnya kepada mauquf’alaih (yang diberi wakaf) sebagai sedekah yang mengikat, dimana wakif tidak dapat melarang penyaluran sumbangannya tersebut. Apabila wakif melarangnya, maka Qadli berhak memaksa agar memberikannya kepada mauquf’alaih. Dari pengertian tersebut, bahwasanya pemberdayaan wakaf produktif snagat perlu dilakukan. Melihat kondisi ekonomi sekarang ini mengalami krisis, wakaf sangat berpotensi untuk membantu perekonomian dan kesenjangan sosial yang ada. Menurut BWI menyatakan bahwasanya bisa memperoleh180 Triliyun per tahun, tetapi hanya diberdayakan kepada Non Produktif. Menurut KH. Maruf Amin, beliau berpesan perlunya pemberdayaan wakaf ini menjadi wakaf produktif. Bukan hanya pemberdayaan non produktif. Salah satunya ialah pembenahan wakaf uang professional dan modern. Pemberian penyaluran wakaf ini, harus dikembangkan kepada pemberdayaan ekonomi untuk pensejahteraan umat. Karena salah satu indikator instrument filantropi ekonomi islam ialah bisa mengurangi tingkat angka kemiskinan dan juga kesenjangan sosial.

Menurut monzer Kahf, pengelolaan wakaf uang dapat dilakukan dengan cara: Pertama, badan wakaf (pengelola wakaf) menerima wakaf uang untuk mendanai proyek wakaf tertentu. Kemudian, diberikan kepada mauquf alaih, seperti untuk panti asuhan dan anak yatim. Kedua, wakaf uang diinvestasikan dalam bentuk wadiah atau mudharabah. Dalam hal ini, badan wakaf ini juga berperan menginvestasikan dana wakaf dan mencari keuntungan dari hasil pengelolaan dari dana wakaf tersebut. Kemudian diserahkan kepada mauquf alaih. Ketiga, bentuk wakaf investasi yang digunakan untuk membangun proyek wakaf produktif kemudian hasilnya diberikan kepada mauquf alaih. Apabila kaum muslimin, membutuhkan dana untuk pembangunan masjid, rumah sakit, panti asuhan dan usaha produktif lainya. Perlu untuk membentuk panitia pengumpul dana wakaf.

Dari pendapat Monzer Kahf tersebut, Ada Beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah dalam hal peningkatan kapasitas wakaf uang ialah pertama, mengoptimalkan peran wakaf menjadi lebih produktif. Karena dibanyak kondisi saat ini, wakaf masih belum optimal dalam pendistribusian maupun pendayagunaan manfaat adanya wakaf Tunai ini. Pemerintah seharusnya mengalokasikan kepada kegiatan yang produktif, seperti memberikan pembiayaan kepada UMKM dengan cara pemberian pinjaman insentif melalui wakaf uang. Pembayaran dengan cara mencicil agar lebih mudah pembayaran yang dilakukan oleh para pedagang. Karena kondisi ekonomi sekarang memburuk, ditambah dengan anjloknya tingkat konsumsi daya beli sekarang rendah mengakibatkan pada usaha mikro dan menengah semakin menurun. Maka dari itu untuk meningkatkan tingkat konsumsi dengan cara memberikan pinjaman kepada para pelaku usaha UMKM. Agar meningkatkan kondisi ekonomi di Indonesia di tengah pandemi COVID 19 ini.

Kedua, memanfaatkan Lahan Wakaf yang ada di Indonesia. Berdasarkan data dari Kemterian Agama Luas Tanah Wakaf di Indonesia mencapai angka 3.492.054.373.754 m. Dari kondisi yang ada, bahwasanya sebenarnya peluang tanah wakaf ini bisa digunakan untuk hal yang bersifat produktif, tetapi kenyataanya masih bersifat konsumtif. Bahkan banyak tanah wakaf yang mangkrak. Masih sedikit sekali yang menggunakan sebagai hal yang berbentuk produktif. Seperti Usaha Pertokoan baik kecil maupun menengah. Hasilnya bisa menurunkan tingkat angka kemiskinan dan Pengangguran.

Ketiga. Pendistribusia penyaluran dana wakaf masih dalam hal jenis kegiatan secara umum. Masjid, Mushola dan Panti Asuhan. Sebenarnya, apabila disalurkan kepada hal yang produktif sangat bisa dilakukan. Seperti, penyaluran wakaf untuk pembangunan Sekolah, Pesantren, Universitas bahkan Rumah Sakit. Bisa juga memberikan beasiswa kepada anak yang tidak mampu atau putus sekolah karena terkendala biaya. Atau bisa juga untuk memberikan bantuan pengobatan gratis pada orang yang tidak mampu. Dengan cara tersebut, bisa mendekatkan gap kesenjangan ummat yang terlalu jauh antara kaya dan miskin sekaligus juga, menurunkan  tingkat angka kemiskinan di Indonesia.

Keempat, pembelian sertifikat saham bisa juga dilakukan oleh pemerintah. Dari keuntungan hasil pengelolaan wakaf. Dengan hal tersebut bisa membeli saham saham yang menguntungkan pemerintah dan juga salah satu menjadikan wakaf pengelolaan dari non produktif menjadi wakaf produktif.

Kelima, perlunya memberikan edukasi kepada para pengelola wakaf agar lebih produktif dan edukatif. Dalam pengelolaan wakaf tunai tersebut, sekaligus juga melakukan gerakan kerjasama kolaborasi antar Lembaga pemerintah seperti, kementerian, BWI, dan Lembaga Sosial yang ada. Untuk meningkatkan tingkat wakaf produktif yang ada di Indonesia.

Dari beberapa rekomendasi yang diberikan, salah satu target utama ialah meningkatkan tingkat angka wakaf produktif yang ada Indonesia, menjadikan wakaf non produktif menjadikan wakaf produktif yang bisa menghasilkan, sekaligus juga dengan pengoptimalan wakaf uang untuk mendekatkan gap kesenjangan umat yang terlalu jauh dan juga menjadi solusi atas problematika social saat ini agar dapat menurunkan tingkat angka kemiskinan di Indonesia, yang terlalu tinggi diakibatkan pandemi COVID 19 ini.