Resensi Film: Avatar The Way of Water

 


Sutradara: James Cameron

Penulis: James Cameron, Rick Jaffa, Amanda Silver, Josh Friedman, Shane Salerno.

Produser: James Cameron, John Landau.

Pemeran: Sam Worthington, Zoe Saldana, Sigourney Weaver, Stephen Lang, Kate Winslet.

Sinematografer: Russell Carpenter

Penyunting: Stephen Rivkin, David Brenner, John Refoua, James Cameron.

Penata Musik: Simon Fraglen

Studio Produksi: 20th Century Studios, Lightstroom Entertainment, TSG Entertainment.

Tanggal Rilis: 6 Desember 2022 (London)

Durasi: 192 Menit

Avatar 2 berlatar lebih dari 10 tahun setelah peristiwa pada film pertama. Jake Sully (diperankan oleh Sam Worthington) bersama dengan Neytiri (Zoe Saldana) telah menjadi kepala Omaticaya. Mereka hidup damai bersama dengan anak-anak; Neteyam dan Lo’ak adalah putra sulung dan anak kedua, Tuk merupakan putri bungsu, Kiri sebagai anak angkat, dan seorang anak manusia yang lahir di Pandora bernama Spider. 

Namun, makhluk langit alias orang-orang Bumi kembali ke Pandora dan sekali lagi memberikan ancaman bagi kelompok Na’vi. Tidak hanya mengeksploitasi, mereka berencana untuk menjadikan planet tersebut sebagai tempat tinggal manusia. Di antara para penyerang tersebut ada nama lama, Miles Quaritch (Stephen Lang) yang merupakan hasil klon orang yang sama dalam tubuh Na’vi. Quaritch dengan ingatan lamanya memburu Jake Sully ke penjuru Pandora untuk balas dendam. 

Berbeda dari sebelumnya, film Avatar: The Way of Water mengambil latar tempat pada hutan dan laut. Menariknya, saat disaksikan dalam bentuk 3D, film dengan format 4K High Dynamic Range ini mampu menyuguhkan visual yang terkesan ril. Bahkan, setiap adegan seakan dibuat dengan sungguh-sungguh untuk memanjakan mata penonton tanpa cacat sedikit pun. Terlebih pada adegan laut, film berdurasi 3 jam 10 menit ini mampu menampilkan keindahan bawah laut secara sempurna, yang mungkin tak bisa dilihat oleh manusia secara langsung. Well, meski efek 3D-nya terasa sedikit pusing, namun saya rasa tak ada yang bisa mengalahkan megahnya visual film ini.

Kekurangan di dalam film ini justru terlihat dari peran antagonis yang sebenarnya tidak meninggalkan kesan sama sekali. Seperti yang sudah dijelaksan bahwa karakter antagonis ini pada dasarnya sama dengan film pertama Avatar sehingga tidak ada kesan spesial ketika peran tersebut kembali di dalam film kedua. 

Seharusnya mungkin bisa lebih dijelaskan mengenai sedikit latar belakang dari karakter Quarich sehingga penonton dapat memiliki ikatan dengan karakter tersebut. Selain itu, Quarich di sini terlihat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan Na'vi jika dibandingan dengan Jack dengan avatarnya di film yang pertama. 

Kekurangan selanjutnya adalah durasi dari film Avatar ini seharunya bisa tidak sepanjang ini. Pada bagian akhir, ada beberapa adegan yang terkesan hanya memperpanjang waktu dan berasa tidak penting dengan jalannya keseluruhan cerita. Tokoh antagonis di film kedua ini juga semakin terasa lemah dari segi karakter dan tujuan. Selain itu, beberapa adegan terakhir terasa seperti berputar putar saja dan hanya menambah panjang durasi. 

Kesimpulannya, film Avatar The Way of Water yang memiliki durasi yang panjang berhasil menampilkan efek CGI yang indah di mata penonton. Selain itu, film ini juga berhasil menyampaikan ketegangan beberapa adegan yang ada di film dengan sangat baik dan tentunya hal itu dibantu oleh scoring yang cukup baik. 


(Qonita Rahma)