BBM Langka, Subsidi Tak Tepat: Potret Kerapuhan Energi dan Krisis Ekonomi Bengkulu

 

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan kebutuhan penting yang menopang berbagai aktivitas masyarakat, mulai dari transportasi, sektor industri, hingga kebutuhan rumah tangga. Ketergantungan terhadap BBM membuat ketersediaannya menjadi hal yang harus terus dijaga. Akan tetapi, belakangan ini warga Bengkulu mengalami kesulitan akibat kelangkaan BBM di sejumlah wilayah. Antrean panjang di SPBU menjadi pemandangan yang kerap terjadi, menimbulkan ketidaknyamanan sekaligus menghambat aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat.



Meski kejadian seperti ini bukan hal baru, namun kali ini situasinya terasa lebih parah karena bertepatan dengan libur panjang dan peningkatan kebutuhan energi. Masalah ini menjadi perhatian serius karena berdampak pada rantai distribusi barang dan jasa, serta memperlambat mobilitas masyarakat. Untuk itu, diperlukan pemahaman menyeluruh tentang penyebab kelangkaan serta upaya konkret dari berbagai pihak untuk menanganinya.

Dikutip dari berbagai media seperti Kompas dan Antara News, salah satu faktor utama kelangkaan BBM di Bengkulu adalah keterlambatan pasokan dari terminal BBM ke SPBU di berbagai daerah. Gangguan ini dipicu oleh cuaca ekstrem yang menghambat distribusi lewat jalur darat dan laut. Mengingat Bengkulu belum memiliki fasilitas kilang minyak skala besar, pasokan BBM masih bergantung dari provinsi lain seperti Palembang dan Lampung. Ketergantungan ini menjadikan Bengkulu sangat rentan terhadap gangguan pengiriman.

Di samping itu, konsumsi BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan Solar, meningkat secara signifikan menjelang hari besar dan libur nasional. Akibatnya, stok di SPBU cepat menipis sebelum pasokan baru datang. Situasi diperburuk oleh oknum-oknum yang melakukan pembelian berulang dengan cara memodifikasi kendaraan atau membeli menggunakan beberapa kendaraan dalam sehari. Tindakan tersebut memperparah kelangkaan dan menimbulkan ketimpangan distribusi.

Keluhan dari warga terus bermunculan. Berdasarkan laporan Bengkulu Ekspress, masyarakat mengaku harus mengantre selama berjam-jam demi mendapatkan beberapa liter bahan bakar. Di beberapa wilayah, antrian tersebut bahkan menyebabkan kemacetan dan menimbulkan potensi konflik di antara pengguna jalan.

Masalah kelangkaan ini berdampak luas, tidak hanya pada kenyamanan publik tetapi juga pada keberlangsungan berbagai sektor. Dalam dunia transportasi, kendaraan umum dan pribadi mengalami kesulitan operasional akibat susahnya memperoleh BBM. Sopir ojek dan angkutan umum kehilangan banyak waktu hanya untuk mengantri, yang otomatis menurunkan penghasilan mereka.

Sementara itu, pelaku usaha kecil dan menengah turut merasakan dampaknya. Terhambatnya distribusi barang membuat pasokan tidak lancar dan berdampak pada kenaikan harga di pasar. Biaya logistik yang meningkat karena kendaraan pengangkut sulit mendapatkan BBM juga menambah beban pelaku usaha. Sebagian masyarakat akhirnya memilih membeli BBM nonsubsidi seperti Pertamax yang harganya jauh lebih mahal. Bagi kelompok ekonomi menengah ke bawah, ini menjadi beban tambahan yang cukup memberatkan, mengingat mereka sangat bergantung pada BBM bersubsidi untuk menunjang aktivitas sehari-hari.

Menghadapi situasi ini, Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui Dinas ESDM bekerja sama dengan pihak Pertamina dan aparat keamanan melakukan berbagai langkah penanganan. Salah satu solusi awal adalah memperketat pengawasan distribusi BBM, terutama jenis bersubsidi, agar tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. Pertamina Patra Niaga Wilayah Sumbagsel telah berupaya meningkatkan suplai BBM ke Bengkulu dan mengatur kembali operasional SPBU agar bisa melayani masyarakat secara lebih merata. Di saat yang sama, penerapan sistem digital seperti aplikasi MyPertamina mulai dioptimalkan untuk memastikan bahwa pembelian BBM subsidi dilakukan oleh konsumen yang memang berhak.

Aparat kepolisian dan dinas terkait juga melakukan patroli dan pemeriksaan rutin guna mencegah penimbunan serta penyalahgunaan BBM oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Di beberapa lokasi, seperti Kabupaten Rejang Lebong dan Seluma, polisi berhasil menangkap pelaku yang diketahui menimbun BBM untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi di pasar gelap. 

Sebagai bentuk pengendalian, sejumlah SPBU mulai mencatat plat nomor kendaraan dan membatasi jumlah pembelian BBM per hari. Langkah ini bertujuan untuk mencegah praktik pembelian berulang yang selama ini mempercepat habisnya stok. Untuk menangani kelangkaan BBM secara menyeluruh, perlu ada kebijakan jangka panjang dan sistematis. Pemerintah pusat dan daerah harus membenahi rantai distribusi dengan membangun infrastruktur penyaluran dan penyimpanan yang lebih kuat. Penyediaan fasilitas cadangan di wilayah rawan seperti Bengkulu bisa menjadi solusi jangka panjang yang efektif.

Pendataan penerima subsidi juga harus diperbarui secara berkala. Sistem digitalisasi seperti QR Code dan MyPertamina perlu disosialisasikan secara lebih luas agar masyarakat dapat memahami cara penggunaannya dan manfaatnya dalam menyalurkan subsidi secara tepat. Kesadaran masyarakat juga memegang peran penting. Edukasi publik mengenai bahaya panic buying serta dampak penimbunan BBM harus digalakkan melalui media massa dan kampanye lapangan. Kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan warga sangat dibutuhkan untuk memastikan kelangkaan ini tidak terus berulang.

Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku penimbunan harus menjadi prioritas. Aparat harus sigap dan proaktif dalam mendeteksi serta menindak pihak-pihak yang menyalahgunakan sistem distribusi BBM. Jika semua pihak menjalankan perannya secara optimal, maka ketahanan energi di daerah seperti Bengkulu akan lebih terjaga.

Kelangkaan BBM yang terjadi di Bengkulu merupakan masalah yang tidak bisa dianggap sepele. Permasalahan ini mencerminkan lemahnya sistem distribusi serta pengawasan terhadap penyaluran BBM, khususnya yang bersubsidi. Dampaknya sangat luas, mencakup transportasi, perdagangan, hingga kondisi sosial masyarakat.

Namun, dengan berbagai langkah responsif dari pemerintah, Pertamina, dan aparat penegak hukum, serta partisipasi aktif dari masyarakat, persoalan ini perlahan dapat diatasi. Ke depan, dibutuhkan reformasi dalam sistem distribusi energi, penguatan infrastruktur, serta kebijakan subsidi yang berbasis data dan teknologi.

Jika semua pihak dapat bersinergi dan menjalankan perannya secara konsisten, maka kelangkaan BBM tidak hanya bisa dihindari, tetapi juga menjadi pelajaran penting untuk mewujudkan ketahanan energi yang berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk Bengkulu.


Oleh: Ahmad Zaky Fachri, Prodi : Ilmu Ekonomi