Tampilkan postingan dengan label sastra1. Tampilkan semua postingan

Google.com

Sudah harum bumi pertiwi
Impian kolosal raja pula
Negeri sempurna
Mengundang lain bangsa

Kini harum bumi pertiwi
Kobaran semangat merapi
Para kaum rela mati
Tak pikir jabatan tinggi

Harum sudah bumi pertiwi
Waktunya berkibar leluasa
Sigap indah pesona sang saka
Juga tak usah disangga
Merdeka, Indonesia


Agustus 17, 2019


Amaliatul Latifa, Ekonomi Syariah, Semester 3. 
Ramadhan yang Kemarau
Oleh: Amaliatul Latifa

Padahal sudah menahan
Ramadhan tak se semi kemarin
Malam tarawih pertamaku
Tanpa kasut ibu

Sahur kini
Tak nampak tangan menyentuh pundakku
Yang ada hanya ocehan benda mati
Di telingaku

Tiba menyambut senja
Di pojok kesepian
Buka puasa nanti, tanpa piring Ibu
Lapar tanpa kenyang
Aku tetap haus kerinduan


Surabaya, 6 Mei 2019


Search: Google
Kita perlu mengkritisi ulang pandangan bahwa mahasiswa sebagai guardian of value, agent of change dsb. Hal tersebut tidak bisa dibenarkan secara terus menerus dan cenderung repetitif dari masa ke masa. Kita perlu memahami konteks hari ini bukan 98 atau 66, zaman terus berkembang dan bergerak secara dinamis. Konteks politik berubah, dulu otoriter sekarang demokratis. Maka pembicaraan terhadap identitas mahasiswa pun perlu kita telisik ulang. Sejatinya mahasiswa adalah identitas yang partikular, maksutnya dalam pengekspresian sebuah kritik/ketidaksepakatan terhadap pemerintah adalah sebuah bentuk ekspresi dari seorang warga negara biasa. Paradigma yang menempatkan mahasiswa sebagai agent of change cenderung memposisikan mahasiswa sebagai identitas yang melangit. Padahal posisi mahasiswa tidak lebih tinggi atau tidak pula mengemban tugas lebih berat dari kaum tani, mereka yang mengayuh becak, pedagang angkringan, aa burjo dll.
Namun, keberadaan teman teman yang bisa mengenyam pendidikan dapat dikatakan sebagai sebuah satir ataupun gift karena ilmu pengetahuan perlu diejawantahkan untuk kemanusiaan. Kemanusiaan sebagai roh yang inheren dalam usaha kita kedepan. Kemanusiaan adalah hal yang universal. Apapun mimpimu kedepan apapun bentuk aktivismemu kedepan, pastikan bahwasanya kita mempunyai keberpihakan terhadap kemanusiaan. Dan terakhir, bentuk aktivisme untuk melakukan perubahan sosial politik di indonesia tidak melulu lagi berbicara demo di jalan dsb, tetapi dengan kerja kretif seperti menjadi socioprenenur, founder start up dll. Itu adalah bentuk kritik kita terhadap negara sekaligus mencintai indonesia.
Setiap warga negara berhak mengekspresikan sikap politiknya, secara diam diam ataupun secara terang terangan. Ini diatur dalam konstitusi. Tetapi pertanyaanya adalah, ketika kita dididik dalam lingkungan intelektual. Apakah kita akan terbawa arus untuk menjadi buzzer politik politik yang menyebarkan kebohongan fitnah dan terlibat dalam politik kotor dan penuh korupsi, atau menjadi salah satu aktor yang membantu banyak orang menemukan sosok politisi yang berpihak kepada kemanusiaan.(Obed Kresna Widyapratistha)

Picture : Agus
Di langit senja berhiaskan tahta
Udara mengayunkan keserasian rasa
Menerjemah sejuta peristiwa
Wahai… Sanggul melati
Kuawali pujian terhadapmu
Yang merajut berlaksa perjuangan
Derap langkah berkobar semangat
Seraya harap melekat kuat
Aduhai… Kelok pesonamu
Kau sebar cahaya cinta lubuk tersembunyi
Kau siapkan generasi pemuda masa kini
Dengan tekat berlapis baja
Kau juangkan kaum wanita
Kau pengantar bangsa ini
Menjadi bangsa yang di segani
Darah juangmu… Kartini
Kan tersimpan di lubuk hati
Dengan Cinta yang terpatri.
Diberdayakan oleh Blogger.