Mahanta Zeev Sadawira –Zeev
panggilanya, Sulung dari keluarga Sadawira mempunyai 2 orang adik Nandana
Wistara Sadawira dan Pradipta Janu Sadawira.
Memiliki bunda yang sangat hebat,
yang bisa merangkap menjadi sosok ayah baginya.
Pekerja Kantoran, yang dimana adalah
sebuah pengharapan kecil dari mendiang sang ayah.
Memiliki kekasih bernama Nirmala
yang sudah pergi menjumpai Lunar di atas sana bersama setengah jiwa Zeev yang
dibawanya.
Tepat hari ini, di setiap tahunnya,
Zeev yang sebisa mungkin menjadi sosok yang kuat nan tegar, Abang yang baik
bagi kedua adiknya, Zeev yang selalu melontarkan guyonan garing untuk
menghangatkan suasana di rumah. Memilih untuk duduk diam termenung di dalam
kamar tersayangnya.
Mimpi buruk yang seakan menjadi
nyata, dimana Mala pergi meninggalkan sang tuan.
2 Tahun sudah Mala membawa pergi separuh jiwanya.
“Bunda, abang ga ikut makan malam
bareng kita?”
Wistara — Tara Panggilannya — yang
mendengar pertanyaan dari sibungsu langsung menatap tajam.
“Adek lupa sekarang tanggal berapa?
Abang mungkin masih sedih mikirin kak Mala”
“Oh iya yaa, Mas Tara gamau bujuk
abang? Kasihan Abang mas, kak Mala pasti juga sedih kalau liat abang Zeev
begini”
Bunda yang mendengarkan percakapan
mereka berdua pun ikut berbicara
“Biar bunda aja ya mas, dek, yang
bujuk abang. Kalian lanjut makan aja oke”
“Siap bunda”
“Oke bunda”
. . .
Bunda naik kelantai dua, menuju
kamar putra sulungnya yang berada di ujung.
//Tok tok//
“Abang, ini bunda, bunda boleh
masuk?”
“Masuk aja Bunda, engga abang kunci
kok”
Ketika bunda membuka pintu, dan
memasuki ruangan putranya yang sedikit berantakan. Ia melihat sulungnya yang
terlihat rapuh sedang duduk dikasur dan menatapnya bingung.
“Bunda? Ada apa? Kok sampai ke kamar
abang begini?”
Bunda berjalan mendekati sang
putra — Mahanta Zeev dan duduk dihadapan sulungnya.
“Abang kenapa? capek ya? Abang sedih
ya?”
“Engga kok, abang baik baik aja”
“Nak, gausah bohong, kalau capek
bilang, kalau sedih keluarin aja. Abang, Mala pasti juga ikut sedih kalau lihat
kamu begini, bunda sama adek-adek abang juga sedih”
Zeev dengan cepat memeluk bundanya.
Hening.
. . .
“Abang kangen Mala bund, kenapa Mala
ninggalin abang? Kenapa Mala yang pergi, kenapa harus Mala?”
Bunda Mengelus surai
Zeev penuh sayang.
“Abang, makan dulu ya?, bunda udah
masakin makanan kesukaan abang loh”
Zeev hanya menggeleng pelan, ia
semakin mengeratkan pelukannya pada bunda. Mencari kenyamanan di malaikat
tercantiknya.
“Bunda, maafin zeev yaa”
“Loh, kenapa abang minta maaf?”
“Sejak Ayah pergi dan Zeev dapat
pekerjaan, Zeev jadi jarang nemenin bunda. waktu Mala pergi ninggalin zeev,
bunda selalu nemenin zeev. Sedangkan zeev jarang banget nemenin bunda, bahkan
hampir gapernah dirumah karna kerjaan zeev. Padahal bunda pasti juga sedih ya
waktu ayah pergi, tapi, waktu itu aku malah pergi sama duka dan laraku sendiri
tanpa ngelihat bunda yang sama terpukulnya kayak Zeev. Bunda, kenapa rasanya
sakit sekali ditinggal sama orang terkasih. Maafin zeev ya nda..”
Bunda melepas pelukannya, memegang
kedua bahu si Mahanta. Tatap netra sulungnya dalam.
“Enggak apa-apa. Abang kan punya
pekerjaan, punya kewajiban yang harus abang jalani. Bunda gapernah minta
apa-apa. Bunda bersyukur punya anak yang baik, pinter, sehat. Kayak abang sama
adik-adiknya abang.”
“Bunda juga yakin, ayah pasti juga
bangga sama abang, bangga lihat anak-anaknya tumbuh dengan baik.”
Zeev hanya bisa terdiam, melempar
pandang kearah lain asal tak menatap netra sang bunda. Sekeras mungkin menggigit
bibirnya, menahan air matanya agar tak jatuh dihadapan malaikatnya.
Sedangkan bunda yang melihat itu,
dalam diamnya ia tau bahwa sulungnya sedang sakit. Selama beberapa tahun
ini, putranya itu berusaha keras meyembunyikan segala gelisah, duka dan
laranya. Namun kali ini, Sulungnya runtuh, keluarkan
suara hatinya yang teramat kalut.
“Bunda, semalem Mala datengin zeev,
dia cantik banget. Dia bilang ke zeev, kalau Mala selalu liatin zeev. Mala
selalu di samping zeev. Bener apa kata bunda tadi, Kalau zeev sedih, mala juga
ikut sedih. Bund, mungkin sekarang waktunya zeev buat bener bener ngelepasin
mala ya? Zeev gamau bikin mala sedih, pun gamau bikin Bunda, Tara sama Janu
khawatir”
“Abang, kita semua tau apapun yang
bernyawa pasti akan berpulang. Jadi, iya, Zeev harus Ikhlasin mala yaa. Mala
juga pasti seneng kalau abang bisa ikhlasin dia”
“Iyaa”
“Bang, kalau ada apa-apa cerita yaa,
jangan di pendam sendiri, ada bunda dan adik-adik abang disini. Bunda ga
menuntut apa-apa dari abang, Bunda cuma ingin anak-anak bunda bahagia, sehat”
“Iya bunda, Makasih yaaa”
“Yaudah
yuk turun, makan dulu, itu ayam kecapnya nanti keburu dihabisin Janu”
“Okay bunda!”
Bersamaan dengan langkah keduanya
keluar dari kamar si Sulung dan dengan perasaan yang sudah jauh lebih tenang
karena malaikatnya. Zeev berharap, semoga dengan ini ia benar-benar bisa
melepas mala dan semoga ayam kecapnya belum dihabisin Janu.
. . .
“Mala, Cantikku kedua setelah bunda.
Mahantamu ini rindu sekali dengan Nirmalanya. Mala ga rindu? Zeev suka bikin mala
sedih ya?. Zeev gatau, tapi buat lepasin Mala seutuhnya itu masih sulit untuk
zeev, Biarin zeev lepasin mala pelan-pelan yaa.”
“Mala, zeev janji bakal iklhasin
Mala. Maafin zeev ya sayang, karna butuh waktu yang lama untuk ini. Zeev bakal
sering mampir buat nengokin mala. Oh iya la, kemarin bunda bilang jangan lupa
buat mampir ke mimpi bunda, bunda juga kangen katanya haha.”
“La, sejauh apapun kamu pergi,
seikhlasnya aku untuk kepergianmu. Kamu selalu punya ruang dihatiku la. Bahagia
disana ya la, aku juga akan berusaha bahagia disini.”
“Udah dulu ya la, Maaf, dan
Terimakasih ya cantik, see you”
Pemuda itu, perlahan menjauhi pusara
yang penuh dengan bunga segar sebab ia tabur bunga indah itu untuk kekasihnya
yang selalu ia cinta. Dengan rasa yang melegakan disetiap langkahnya.
-fin-
©swa
^^
- — — — — — — — — — — -
Kepada
setiap Sulung diluar sana, Terimakasih karna sudah bertahan.
Terimakasih
karena sudah memiliki bahu yang kokoh, dan hati yang kuat.
Kepada
setiap sulung yang selalu menahan seorang diri akan rasa amarah dan gelisahnya.
Kalian
yang selalu dituntut untuk bisa dalam segala hal.
Harapan
terbesar bagi Orang Tua.
Pundak
yang menjadi sandaran bagi adik-adiknya.
Jangan
pernah memaksakan diri, jika lelah istirahatlah.
Tak
ada yang melarang, jika kau sedih, menangis saja tak apa.
Berjalan
lah jika lelah berlari, tak apa jika memang sedikit lambat.
Karena
sejatinya, setiap makhluk telah memiliki waktu akan garis
takdirnya sendiri sejak mereka terlahir di dunia.
-swa
Posting Komentar