Perlukah Mengimpor Beras?

 

sumber: boombastis.com

   Penulis 

Farrel Febrian 

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

    Negara agraris merupakan negara yang memiliki keuntugan di sektor pertanian dan Indonesia termasuk salah satu di dalamnya, pengertian agraris sendiri merupakan keadaan dimana profesi suatu penduduk negara sebagian besar adalah bertani, sedangkan menurut KBBI agraris merupakan mengenai pertanian atau tanah pertanian; mengenai pertanian atau cara hidup petani; bersifat pertanian. Secara garis besar negara agraris merupakan negara yang mengutamakan sektor pertanian sebagai sumber dayanya dan membantu dalam perokonomian.

    Indonesia sendiri sudah melakukan impor beras pada era pemerintahan orde lama atau tepatnya pada tahun 1984, padahal  saat itu Indonesia pernah mencapai swasembada pangan dan pada saat itu tingkat konsumsi nasional mencapa 25 juta Ton dan terdapat surplus mencapai hingga 2 juta Ton. dan pada tahun 1969 Indonesia melakukan impor beras sebanyak 603,2 ribu ton dikarenakan produksi beras dalam negeri saat itu hanya mencapai angka 12,2 juta Ton.

    Sepanjang tahun 2018-2019 negara kita masih mengimpor beras dari negara lain. Diantaranya paling banyak ialah Vietnam dan Thailand, tercatat dalam Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 767 180,9 Ton dari Vietnam, 795 600,1 Ton dari Thailand pada tahun 2018 dan menurun pada tahun 2019 yaitu 33 133,1 Ton dari Vietnam dan 53 278,0 Ton dari thailand, terakhir kali Indonesia mengalami impor besar-besaran yaitu pada tahun 2011-2011, tercatat pada saat itu negara melakukan impor sebanyak 1 77 480,6 Ton dan 1 084 782,8 Ton yang di impor dari Vietnam. Hal ini tentu jelas akan menarik masyarakat untuk membeli beras impor ketimbang beras selain  harganya yang relatif lebih murah kualitas berasnya pun tidak kalah saing dengan beras lokal, oleh sebab itu hal seperti wajib dihindari sehingga petani lokal tidak kesusahan dalam menjual hasil panen beras mereka. Menurut Badan Pusat Statistik, potensi beras yang dimiliki Indonesia sepanjang Januari-April 2021 mencapai 14,54 juta ton atau naik sebanyak 26,84 % dari periode yang sama di tahun lalu yang hanya mencapai 11,46 juta ton. 

    Dampak dari impor beras memiliki keuntugan sekaligus kerugian, dimana kita dapat menyimpan stock cadangan beras akan tetapi tentu akan menganggu kestabilan harga beras para petani. Dilansir dari detikfinance.com bahwasanya sebanyak 106.000 ton beras impor yang ada di gudang Bulog turun mutu/kualitas, menurut Direktur utama Bulog Budi Waseso beras yang mengalami penurunan mutu merupakan cadangan beras pemerintahan (CBP), menurutnya hal itu merupakan hal yang wajar karena cukup lama di simpan dan harus melalui proses perawatan, Bulog masih bisa mempertahankan beras tersebut dan nasibnya akan ditentukan dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) bersama pemerintah.

    Berdasarkan peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017, HET beras medium untuk wilayah jawa, lampung, sumatera selatan, bali, Nusa tenggara barat, dan sulawesi adalah sebesar Rp. 9.450/kg dan untuk wilayah sumatera selain sumatera selatan, nusa tenggara timur, dan kalimantan, HET beras medium mencapai Rp. 9.950/kg. Kemudian untuk wilayah maluku dan papua HET beras mencapai Rp.10.250/kg.akan tetapi beberapa waktu lalu ditemukan harga beras impor dari vietnam sebesar Rp.9.000/kg hal ini apabila dilakukan secara masif tentu akan membuat jatuh harga beras petani lokal, tentunya hal ini harus jelas dihindari mengingat beras impor yang terakhir kali dilakukan oleh pemerintah untuk konsumsi massal pada tahun 2018.

    Apabila hal ini terus dibiarkan maka kemungkinan yang terjadi ialah para petani lokal mengalami kerugian yang sigifikan mengingat harga beras impor lebih murah, hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah baik itu tingkat daerah atau pusat diantaranya: 1) melakukan festival panen raya, 2) membatasi penjualan beras impor di beberapa daerah pengahasil beras, 3) mengurangi volume impor beras dan 4) pelatihan terhadap petani lokal untuk menghasilkan beras yang jauh lebih baik dari beras impor. Selain itu para petani lokal juga berurusan dengan para mafia-mafia beras atau tengkulak yang ada di pasar untuk menjual beras mereka, oleh karena itu pemerintah diharapkan dapat turun tangan untuk membantu petani lokal agar beras  mereka tidak kalah saing dengan beras impor atau para tengkulak di pasar.

    Menurut Direktur Utama BULOG bapak Budi Waseso (BUWAS) bahwasanya rencana Pemerintah untuk melakukan Impor pada tahun 2021 masih berpotensi dibatalkan, beliau memperkirakan bahwasnya BULOG mampu menyerap beras sebanyak 390.800 Ton untuk Cadangan Beras Pemerintah dari panen raya, dan saat ini terdapat stok beras mencapai 883 ribu Ton dengan rincian CBP sebanyak 859 ribu Ton dan komersial 23 ribu Ton imbuhnya. Maka dengan demikian jumlah sebanyak sudah cukup untuk memenuhi cadangan beras CBP sehingga tidak perlu dilakukan impor beras.